Surga Dunia itu bernama Indonesia

By rubikomugglo - August 17, 2016

Indonesia, negara yang kita tinggali berulang tahun ke 71 hari ini. Negara yang sangat kaya alamnya, manusianya, serta kebudayaannya. Terbentang luas, 17000 lebih jumlah pulaunya. Tak habis-habis Indonesia kita jelajahi, selalu ada sesuatu yang baru, sesuatu yang sangat berkesan, karena Indonesia tak hanya ada dalam bentuk negara, tapi juga hadir dalam jiwa setiap dada masyarakatnya.



Ini adalah tentang pengalaman saya berganti perspektif. Saya sangat menyukai jalan-jalan dan terutamanya jalan-jalan keluar negeri. Alasannya sederhana, saya menganggap luar negeri itu lebih modern, lebih keren, sophisticated, orang-orangnya juga terkenal dengan ketaatan dan kepatuhannya dengan suatu peraturan. Tak heran kalau kita sering dengar, negeri tetangga itu bersih, orangnya taat peraturan, dan sebagainya. Pasti obrolan-obrolan ini familiar ditelinga kamu juga, kan? Pengalaman solo traveling saya pun dimulai dengan mempercayai obrolan itu. Saya lalu mengurus paspor untuk pergi ke Singapore dan Malaysia. 2 negara sendirian dan saya belum pernah keluar negeri sebelum itu. Semua saya lakukan karena ingin mengetahui dengan mata kepala sendiri apakah memang demikian, semua pernyataan yang saya dengar. Benar saja, dalam hal fasilitas dan infrastruktur Malaysia dan Singapore memang lebih bagus daripada Indonesia, tak hanya bangunannya yang megah, transportasinya yang sudah maju, tetapi juga ketepatan waktu operasinya yang tidak ngaret, ditambah lagi kebersihannya yang sangat terjaga. Tak hanya airport, stasiun dan terminal bis pun bersihnya luar biasa.


Perjalananpun saya lanjutkan, ada satu pengalaman yang membuat saya agak kagol. Orang Singapura susah untuk ditanya, berkali-kali saya mencoba tapi beberapa orang tidak menghiraukan. Tak seperti orang Indonesia yang mau membantu kalau kita ada sedikit kesusahan, orang Singapura lebih individualis. Pengalaman ini mungkin tidak dirasakan oleh semua orang, tetapi merasakan tidak dibantu ternyata sakit juga. Beberapa tempat wisata saya kunjungi, tetapi makin lama rasanya seperti monoton saja. Pemandangan yang dilihat pun hanya itu-itu saja, gedung megah dimana-mana. Beberapa tempat wisata juga tidak saya kunjungi karena keterbatasan biaya. Di Malaysiapun, saya menyempatkan berjalan-jalan ke landmark negara tersebut, tetapi ya begitu-gitu saja. Di Malaysia, saya sempat menemukan calo, sempat menemukan daerah kumuh, tetapi memang saya akui Malaysia sudah lebih maju perekonomiannya, masakannya juga enak, variatif dan tidak terlalu mahal.



Setelah beberapa hari berjalan-jalan, saya akhirnya pulang kerumah. Menjalani kehidupan seperti biasa, hingga akhirnya ada tawaran yang sangat menarik dari abang saya. Saya ditawari menyelam di Bali. Kalau ini terjadi, akan menjadi pengalaman pertama saya menyelam di perairan Indonesia. Perjalanan kami lakukan dengan mengendarai mobil dari Jogjakarta, lalu ke Semarang, menyusuri jalan pantai utara hingga sampai ke Banyuwangi, merasakan pengalaman menyeberang menggunakan kapal ferry dari Pelabuhan Kartini ke Gilimanuk, setelah itu masih harus mengendarai mobil selama beberapa jam ke Denpasar. Sesampainya di Denpasar, kami langsung beristirahat. Perjalanan selama 24 jam memang sangat melelahkan. Keesokan harinya kami membelah Bali menuju ke wilayah utaranya. Sampai di daerah Tulamben, kami berhenti. Kami akhirnya menginap di sebuah villa yang berdekatan dengan spot Diving kami. Setelah beberapa waktu persiapan, kami akhirnya masuk kedalam air. Pemandangan bawah airnya menakjubkan, terumbu karang dan ikan yang beragam, serta kapal selam karamnya yang menjadi daya tarik di spot diving ini. Pengalaman menyelam ini tidak hanya menyenangkan, tapi membuka mata saya lebar lebar bahwa Indonesia ini memang surga dunia, indahnya luar biasa. Seketika saya merasa bersyukur telah lahir menjadi orang Indonesia.



Keesokan harinya saya pulang sendirian karena saya harus mengikuti ospek fakultas. Kebetulan saya menjadi panitia di acara tersebut, sehingga akan tidak sopan kalau saya mengabaikan acara tersbut demi kesenangan pribadi. Abang-abang saya akan pulang dengan menggunakan mobil beberapa hari setelah itu. Mereka masih ingin berkeliling Bali. Saya lalu memesan tiket pesawat untuk pulang. Maskapai yang saya pilih adalah Garuda Indonesia, pilihan ini bukannya tanpa alasan. Ibu saya adalah pengguna setia (frequent flyer) dari Garuda dan sempat mendapatkan kartu Platinum karena jam terbangnya. Ibu saya sangat menyukai pelayanan dari Garuda Indonesia. Saya pun mengikuti saran ibu saya, memang benar. Pelayanan maskapai ini kelas dunia ! Tak salah kalau Garuda Indonesia memenangi World's Best Cabin Crew berkali-kali. Pengalaman terbang yang sangat menyenangkan




Setelah pengalaman diving tersebut, saya mulai mencoba untuk mengenali lebih dalam Indonesia dari sisi alamnya yang sangat kaya. Saya memberanikan mencoba hal hal yang belum pernah saya coba seperti mendaki gunung, menyusuri pantai, memancing dari pinggir tebing terjal, dan sebagainya. Sampai pada suatu saat saya benar benar jatuh cinta dengan tanah air Indonesia ini. Memang sedikit terlambat untuk sadar, tetapi terlambat lebih baik daripada tidak sama sekali. Ada pepatah bilang, "Semut di seberang pulau kelihatan, tetapi gajah di pelupuk mata tak nampak". Begitulah yang saya rasakan terhadap Indonesia, ternyata apa yang saya cari sudah ada disini, di sekitar kita, hanya saya saja tidak peduli. Surga itu tidak diatas awan, surga itu ada di bumi dan ia bernama Indonesia.




  • Share:

You Might Also Like

0 comments