Kisah Unik Kampung Pitu dan Geosite Nglanggeran

By rubikomugglo - January 28, 2017


Kabar baik baru saja menghampiri Desa Wisata Nglanggeran. Desa Wisata yang terletak di daerah Gunung Kidul, Daerah Instimewa Yogyakarta ini baru saja mendapatkan dua penghargaan bergengsi yakni Desa Wisata Terbaik I Indonesia dan ASEAN Community Based Tourism (CBT) Award 2017. Ini menjadi berita baik karena sektor pariwisata Gunungkidul semakin dikenal dan dihargai, tidak hanya dalam negeri namun sampai dunia internasional. 

Penghargaan ini tidak didapat berkat usaha semalam. Pengembangan wisata daerah Nglanggeran sudah dilakukan sejak 2009 dimana Nglanggeran termasuk kedalam kawasan Geopark Pacitan. Hambatan pertama yang ditemui adalah usulan nama Geopark tersebut ditolak oleh UNESCO. Tak menyerah sampai disitu, perubahan nama pun dilakukan menjadi Geopark Gunung Sewu dikarenakan Geosite yang termasuk dalam taman ini tidak hanya berada di Pacitan, namun juga di Gunung Kidul dan Wonogiri. Lolos sebagai Geopark nasional menjadikan Geopark Gunung Sewu sebanding dengan Geopark lainnya yang sudah lebih dulu terkenal seperti Geopark Rinjani dan Toba. Barulah pada tahun 2015, Geopark Gunung Sewu dinobatkan sebagai Geopark Global kedua Indonesia menyandingi Geopark Batur.




Penjelasan akan Geopark ini kami dapat langsung dari Budi Martono, GM Geopark Gunung Sewu. Dinas Pariwisata DIY bekerja sama dengan pihak Geopark Gunung Sewu, khususnya pihak Geosite Gunung Api Purba Nglanggeran mengajak para Masyarakat Digital Jogja (Masdjo) untuk mengetahui potensi potensi wisata baru dan perkembangan Nglanggeran sampai saat ini. 

Menurut UNESCO, "Geopark adalah kawasan geografis dimana situs-situs warisan geologis menjadi bagian dari konsep perlindungan, pendidikan dan pembangunan berkelanjutan secara holistik. Sinergi antara keragaman geologi, biologi dan budaya harus ditonjolkan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari geopark – khususnya jika nilai bentang alam dan geologinya dapat ditunjukkan kepada pengunjung". GeoPark dibuat dengan meyakini beberapa tujuan yakni, 1. Melindungi keragaman-bumi (geodiversity) & konservasi lingkungan. 2. Penumbuhan & pengembangan ekonomi lokal secara berkelanjutan terutama melalui geowisata 3. Pendidikan dan risetilmu geologi, biologi, budaya secara luas 4. Melestarikan dan mempromosikan warisan bumi kepada umum.

Geopark bisa dibilang berhasil ketika telah memenuhi 4 parameter. Permana, Geopark harus mampu meningkatkan ekonomi lokal melalui pembangunan berkelanjutan dan pemberdayaan masyarakat lokal. Kedua, pembangunan geopark meliputi pendidikan, penelitian, budaya (tangible/intangible), manajemen. Ketiga, objek geologi yang menarik, estetis. Terakhir, menjadi daya tarik dan icon wisata
baru yang meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan.



Dari beberapa definisi dan parameter yang telah disebutkan tadi, GeoPark Gunung Sewu khususnya Geosite Nglanggeran di daerah Gunungkidul sudah menuju keberhasilan atau kalau boleh dibilang menunjukkan tren positif. Kunjungan dan Pendapatan Daerah meningkat drastis dari tahun 2009-2016. Hal yang menarik dari Geosite Nglanggeran adalah semua kegiatan wisata disini diorganisir oleh masyarakat, dalam kata lain Community Based Tourism. Berbeda seperti Prambanan atau Borobudur yang diatur PT. Para pemudanya bekerja sebagai pemandu wisata serta pembuat program wisata (Geopark Rangers), masyarakat lainya berkontribusi dengan banyak cara, seperti membuat sentra oleh-oleh, rumah makan bahkan menyediakan rumah mereka sebagai rumah singgah atau homestay untuk para pelancong. 

Gunungkidul dulu terkenal dengan tanahnya yang tandus, sehingga banyak pemuda Gunungkidul merantau keluar kota bahkan keluar negeri untuk mencari kerja (TKI). Namun, setelah mengetahui bahwa Gunungkidul memiliki berbagai tempat wisata dan pengelolaan wisata yang baik, banyak pemuda kembali ke daerah asalnya dan membantu lebih memajukan lagi sektor pariwisatanya. Mereka tak jadi tamu, mereka jadi tuan di rumah sendiri. 


Setelah puas mendengarkan pemaparan, kami (masdjo) diajak oleh GM Geopark Gunung Sewu beserta Dinas Pariwisata berkeliling ke beberapa potensi wisata unik yang masih jarang dikunjungi oleh publik. Tempat pertama yang kami sambangi adalah Kampung Pitu. Menerobos hujan, kami menyusuri jalan sedikit menanjak ke kampung tersebut. Sebuah gerbang bambu menyapa sebagai tanda bahwa kami sudah sampai di Kampung Pitu. Kampung Pitu adalah sebuah desa di Nglanggeran yang hanya memiliki tujuh kepala keluarga di dalam desa tersebut. Sesepuh awal desa ini bernama mbah Irokromo dan Mbah Tir. Pada saat kami berkunjung kesana, kami disambut oleh Mbah Rejo, keturunan generasi ke 3 dari Mbah Irokromo. 

Seperti yang sudah dibilang tadi, di kampung ini hanya terdapat 7 kepala keluarga yakni 5 kepala keluarga keturunan Mbah Irokromo dan 2 keturunan dari Mbah Tir. "Apakah di kampung ini pernah lebih/kurang dari 7 KK?" ada peserta lain bertanya. Lalu dijawab "Pernah, dulu kalau lebih dari 7 ada salah satu yang meninggal namun sekarang biasanya hubungan menjadi tidak akur, sering berantem, salah satu akhirnya keluar. Pernah juga kurang dari 7 karena meninggal, namun ada satu yang tiba-tiba pulang, semua berlangsung secara alami". Puas mendengar penjelasan dan menikmati hidangan khas Nglanggeran Jadah Tiwul, kami bersiap untuk pergi ke tempat selanjutnya.



Berjalan kurang lebih 200 meter, kami dihadapkan sebuah bukit di sebelah kanan. Para pemandu lalu mengajak kita naik dan melihat pemandangan yang ditawarkan. Puncak bukit ini bernama Puncak Wayang. Kita bisa melihat Gunung Merapi tepat didepan kita, terdapat hamparan sawah sebagai foregroundnya. Sangat indah ! dikiri kanan bukit terdapat bukit bukit batu yang gagah terbentang. Sayang sore itu hujan turun lumayan deras, sehingga kita tidak bisa melihat dengan jelas seluruh pemandangan, namun kisah tentang Geosite Nglanggeran dan Kampung pitu ini tak kan bisa dilupakan.


  • Share:

You Might Also Like

0 comments