Merbabu dan Mapena

By rubikomugglo - November 13, 2014


Pada suatu sore, tiba-tiba Handphone Andromaxku berbunyi khas ringtone "LINE". Ada sebuah chat dari Tyas yang menggugahku saat itu yang sedang bermalas-malasan. "Ke Merbabu yuk !" kira-kira begitulah inti dari sedemikian panjang chat yang kita lakukan. Tak perlu waktu lama untuk menanggapinya, langsung kuiyakan ajakannya dengan satu syarat, sebelum sabtu sudah harus pulang. Menurutku, ajakan seperti ini memang tidak perlu dipikir lama lama, semakin lama untuk dijawab, semakin besar kemungkinan ajakan ini dilewatkan karena bertabrakan dengan agenda lain.

Merbabu bukan pendakian pertamaku, karena aku sudah pernah mendaki Gunung Sumbing sebelumnya jadi sedikit banyak aku sudah tahu cara mempersiapkan diri untuk mendaki gunung. Pergilah aku ke suatu tempat penyewaan alat gunung, Anak Rimba. Aku hanya menyewa Sleeping Bag, Matras, dan Headlamp. Peralatan lain sudah disewa oleh team mendakiku sebelumnya.

Hari Jum'at 7 November 2014, setelah sholat Jum'at aku langsung berangkat menjemput tyas dan berpamitan kepada orang tuanya, dan ternyata ada protokoler tertentu agar tyas bisa ikut dalam pendakian kami. Sehabis itu, kami langsung pergi ke wilayah condongcatur, tempat dimana kami berdua akan bertemu dengan tim pendakian Merbabu ini, aku jujur saja baru pertama kali mendaki bersama mereka dan di markas itulah pertemuan pertamaku dengan mereka. Mereka menamai diri mereka Mapena. Setelah re-packing barang, kami pun berdoa dan bersiap untuk memulai perjalanan.



Perjalanan ke basecamp Merbabu kami tempuh sekitar 3 jam melalui Boyolali, sebenarnya perjalanan bisa lebih cepat, tapi kami sempat terkena masalah motor, macet dan nyasar. Sampai ke basecamp Selo sekitar pukul setengah delapan malam, kita beristirahat sejenak dan melakukan final check untuk barang yang kami bawa, tak lupa menyantap semangkuk mie rebus hangat dengan telur rebus serta ditemani teh hangat untuk melengkapi persiapan kami. Setelah mantap, kami lalu mulai trekking sekitar pukul setengah 10 malam.



Tak lama berselang, disela kami trekking, ada burung hantu yang kami lihat, indah sekali, berdiri di dahan seakan tak terusik oleh datangnya kami ke gunung itu. Sayang tak bisa terekam oleh kamera, karena pencahayaan sangat kurang. Ini pengalaman pertamaku trekking malam hari di Gunung, berbeda dengan siang hari, kalau saat malam hari konsumsi air berkurang, dan hawa dingin bisa tertahan oleh derasnya keringat yang mengucur dari sekujur tubuh ditambah asap yang keluar dari mulut ketika berbicara.

Pos 1 terlewati, Pos 2 terlewati, badan sudah mulai lelah, kami pun mulai mengurangi kecepatan mendaki, aku adalah grup paling belakang dalam pendakian, karena speedaku lamban dibanding teman teman yang sudah lebih berpengalaman mendaki. Tak terasa sudah tengah malam, kami terus mendaki karena tempat kita mendirikan tenda masih agak jauh, tapi siapa sangka jam dua pagi hujan datang, deras sekali, tak sempat membuka mantel hujan kami sudah kebasahan terlebih dahulu. Kondisi dingin, trek yang licin dan badan yang basah kuyup membuat semuanya lebih berat tapi juga lebih menantang tentunya. Perjalanan kami sempat terhenti beberapa kali karena ada salah satu teman kami kram ditengah hujan, lalu Fajar salah satu teman kami dengan sabar mengobatinya. Setiap beberapa langkah kramnya kembali kambuh dan kami semua berusaha membantu dia untuk bisa sembuh dan kembali kuat mendaki.

Hujan terus turun, selama sekitar satu jam kami berjalan dibawah rintik hujan sampai dimana ada beberapa teman cewek kami beristirahat dibawah mantel dan kedinginan. Dengan segala cara teman yang lain menghangatkan cewek tersebut. Hujan sedikit demi sedikit mereda, kami melanjutkan pendakian. Kira kira sekitar pukul 4 pagi kami tiba di tempat kemah kami (sabana kecil), setelah mendirikan tenda, kami pun langsung merencanakan untuk naik ke puncak. Rencananya untuk melihat sunrise, tapi karena mendung sunrise pun tak terlihat. Sekitar pukul setengah 5 pagi kami mulai melakukan pendakian untuk ke puncak berbekal tas kecil dan beberapa botol aqua.


Pemandangan merbabu ini betul betul indah, hampir semua sudut indah, sabananya, latar belakang merapi, perbukitan disekitarnya semua layak untuk diabadikan dalam kamera. Terus mendaki, aku merasa trek di Merbabu ini seperti gunung sumbing, ada bukit lagi setelah bukit hanya treknya sedikit lebih enak, pasir, tidak berbatu dan tidak terlalu menanjak seperti gunung sumbing. Trekking ke puncak pun selesai, dan kami tiba sekitar pukul 8 pagi. Cukup melelahkan karena kami hampir tidak beristirahat dan makan berat. Tapi memang keindahan berada dipuncak adalah obat dari segala kelelahan yang kita terima. 


Berada di puncak memberi kita sedikit waktu untuk berfoto, beristirahat, berfleksi, bersyukur untuk apa yang telah kita lalui bersama. Saat pergi, kami sama sekali tidak mengenal satu sama lain, tapi sepanjang kita pun saling mengenal dan mulai dekat. Benar-benar tidak kapok pergi bareng Mapena ! Mapena Jos !


Setelah itu kami pun turun, sekitar jam 2 siang kami sampai camp, lalu beristirahat dan makan. Ada yang turun ke basecamp saat sore hari, tapi aku memlilih yang malam karena lelah benar. Sekitar pukul setengah 7 malam kami pun turun dengan membawa semua peralatan dan sampah saat pendakian. Catatan buat para pendaki, kalau benar-benar mencintai alam jangan buang sampah di gunung, karena di gunung tidak ada tukang sampah atau truk pengangkutnya. Turunlah ke basecamp dengan membawa sampah hasil perbuatanmu sendiri.

Sampai ke basecamp sekitar pukul setengah 10 malam, dan aku bersama tyas pulang ke Jogja jam setengah 12 malam sedangkan yang lain masih mau beristirahat di basecamp. Kami pulang duluan karena aku ada acara susur goa esok harinya, dan aku berjanji kepada ibunya tyas bahwa anaknya akan pulang hari sabtu. Akhirnya aku dan tyas sampai Jogja jam setengah 3 pagi dan begitulah perjalanan kami kali ini.

Terimakasih Mapena ! : Elri, Amin, Tyas, Bang Abi, Hari, Fajar, Ikbal, Obi, Rina, Pentol & Pacarnya, Fandi, Tri


  • Share:

You Might Also Like

0 comments