Ngobrol bareng Mas Tio soal Festival Kesenian Yogyakarta

By rubikomugglo - April 14, 2015

Waktu itu hari sedang panas-panasnya, matahari menyengat terik sekali. Saya sedang bersama mas Tio menuju suatu tempat di Bantul untuk bertemu dengan Pak Darus, orang yang membuat instalasi untuk event yang kami lakukan bersama. Saya baru kali ini punya waktu untuk berbicara sedekat ini dengan mas tio, jujur saja saya tidak terlalu akrab dengan beliau tetapi beliau merupakan orang yang sangat supel serta enak untuk dijadikan teman berbincang. Pembicaraan ini pun mengalir, banyak yang kami bahas, dari Sultan, tata letak kota, kehidupan suami istri dan lainnya. Dari banyak topik itu, yang paling menyita perhatian saya adalah tentang Landasan adanya Festival Kesenian Yogyakarta (FKY), saya sempat mengikuti FKY 26 dan terkesima dengan rangkaian acara yang begitu rapih dan ramai.



FKY 26 terjadi pada bulan Agustus - September 2014, dan mas tio adalah salah satu ketua FKY tersebut namun sampai saat ini Ketua FKY 27 belum dipilih. Saya pun menanyakan beberapa hal soal FKY kepada beliau, terutama tentang volunteering. Ternyata mas tio bangga dan senang dengan volunteer FKY 26, karena walau acaranya sudah selesai tetapi sampai saat ini (sampai saya menulis tulisan ini, dan sampai kalian membaca tulisan ini) hubungan sesama volunteer masih sangat erat, kami sering membuat event bersama, nongkrong bersama, dan sebagainya. Hal ini mungkin terjadi karena kurun waktu FKY 26 yang cukup lama yakni selama 21 hari. Saya selaku volunteer sebenarnya senang-senang saja dengan waktu yang lama tersebut, tetapi dari sisi mas tio hal tersebut sungguh melelahkan, karena persiapan yang panjang, hari H yang panjang, dan after event yang panjang juga, terkait administrasi, keuangan dan lain sebagainya. Poin penting dari volunteering ini adalah di FKY harus ada regenerasi, baik dari ketua (ketua FKY berganti 2 tahun sekali) dan dari volunteernya, ini dimaksudkan agar FKY atau semangat kesenian mengakar dan menjadi milik semua kalangan, seni Indonesia adalah salah satu hal yang harus kita jaga dan salah satu cara menjaganya adalah dengan mengetahuinya, mengenalinya, jatuh hati padanya dan itu bisa melalui media volunteering.


Poin kedua yang saya kagumi dari cerita mas tio adalah masa transisi FKY 24 ke FKY 25 (tahun pertama mas tio ketua). FKY 24 bertempat di Museum Vredeburg, lalu pada FKY 25 dipindah ke Pasar Ngasem. Perpindahan ini bukannya tanpa alasan, ini dimaksudkan agar FKY tersebut lebih dekat dengan masyarakat sekitar lingkungan terjadi Festival, menurut mas tio festival yang baik harus memberikan manfaat bagi masyarakat, terutama masyarakat sekitar venue. Pertimbangan lainnya adalah Benteng Vredeburg dekat dengan Pasar Beringharjo dan Mirota Batik, padahal didalam FKY ada Pasar Seni yang menjual barang barang hasil dari pengrajin atau pengusaha kecil dan menengah. Dari segi tersebut, jelas posisi FKY kalah dengan pasar pasar besar tersebut.


Poin ketiga adalah dari sisi pemilihan tenant (pengisi stand makanan dan pasar seni). FKY sebelumnya dilakukan tanpa seleksi, setiap penjual yang ingin mengikuti FKY diberikan wadah, ini baik tetapi membuat FKY tidak ada diferensiasi dengan pasar lain, mas tio mencontohkan kalau beli duster ya jangan di FKY, tapi bisa beli di Beringharjo. Berangkat dari hal tersebut, panitia FKY membuat kriteria bahwa yang penjual yang diterima adalah yang barang dagangannya unik, nyeni, dan juga hasil produksi sendiri, pengrajin, sehingga tujuan pasar seni FKY lebih tepat sasaran dalam mewadahi seniman untuk mempromosikan kerajinannya. 


Poin keempat adalah soal sponshorship. Dalam event, sponsorship adalah hal yang sangat krusial oleh karena ini tim FKY mengemas acara  dengan sangat menawan. FKY tidak hanya terjadi di Pasar Ngasem, tapi di banyak tempat, contohnya Jalan Sudirman dan Mangkubumi (Kirab Budaya), Pasar Ngasem (Pusat), Tugu Jogja dan 0 Kilometer (Video Mapping), dan Kleringan (Konser Musik). Tempat tempat yang dijadikan venue acara adalah tempat yang sering dilalui oleh masyarakat. Maka daripada itu, jika para sponsor memberikan bantuannya untuk event ini, para sponsor bisa mendapatkan keuntungan bisa dilihat oleh banyak masyarakat. Format sponsorshipnya pun beragam, selain dibacakan MC, tapi juga spanduk, baliho, dan dalam video mapping.



Setelah beberapa kali menanyakan kepada beberapa orang juga soal FKY, banyak yang bilang kalau FKY 26 adalah FKY paling baik sepanjang sejarah. Saya rasa pencapaian ini dapat dicapai karena riset, pengidentifikasian masalah yang baik dari event sebelumnya, evaluasi, dan eksekusi sempurna di event selanjutnya. Mas tio pernah bilang bahwa perpindahan dari FKY 24 ke 25 adalah perjudian, (nek sepi ikhlas aku, tak perbaiki, tak maksimalin di FKY 26, gitu kira kira). Saya pribadi bilang kalau FKY 26 merupakan event yang sangat istimewa, karena tak hanya mengenalkan kesenian kepada warga jogja, turis, tetapi juga memberikan keuntungan finansial kepada masyarakat sekitar (perputaran uang di FKY sekitar 1.7 M dalam kurun waktu 21 hari). Bincang bincang kami pun selesai dengan sampainya kami ke Kantor Sampoerna, ada event lain yang harus diselesaikan. 

Tulisan ini berdasarkan pendengaran saya loh ya, nek ada kurang lebih ya dimaklumi, dinikmati, diresapi, dihayati, diam diam suka kamu....


  • Share:

You Might Also Like

0 comments